17/03/12

Rasa Takut Itu Selalu Ada

Dia akan selalu ada, semenjak kita lahir ke muka bumi ini, hingga hari kita meninggalkannya. Ya, rasa takut diciptakan untuk menemani kita hingga ke liang kubur. Sounds terrifying? Not really I guess. Apa yang bisa dilakukan rasa takut mungkin akan jauh lebih positif daripada yang kita bayangkan selama ini.

Kita semua memiliki cita-cita, impian, dan mimpi. Tetapi kita selalu menyingkirkan rasa takut dari kalkulasi kita. Kenapa? Karena kita selalu memandang rasa takut sebagai penghalang, sebagai sesuatu yang nanti akan memaksa kita mundur dari impian kita yang sudah ada di depan mata. Well, fellow friends, jangan berpikir seperti itu lagi. Apa yang membuat seorang kekasih berani melakukan segalanya untuk pasangannya? Apa yang membuat seorang ayah berani melakukan segalanya untuk keluarganya? Ya, rasa takut. Takut akan kehilangan, takut akan ditinggalkan, takut akan terlupakan, takut akan mengecewakan. Rasa takut menjadi cambuk yang sangat keras bagi seseorang untuk bisa berubah, dalam konteks ini menjadi lebih baik.

Dalam kondisi takut, kita akan dihadapkan pada dua pilihan secara otomatis, yakni untuk mengahadapi rasa takut kita atau memasuki fase dimana kita mencari keamanan dan meninggalkan rasa takut itu. Yang unik adalah pilihan tersebut tercipta bagaikan autopilot. Mungkin memang belum ada riset yang membuktikan, tetapi saya memiliki hipotesis seperti ini. Seseorang yang dihadapkan pada rasa takut dan dia memilih untuk menghadapinya sejak awal, maka dia akan menghadapinya tanpa merasakan rasa takut (resiko) itu lagi. Contohlah seorang kekasih yang pasangannya diganggu oleh orang lain, maka dengan seketika jika dia memiih untuk menghadapi rasa takutnya, dia akan melawan para pengganggu-pengganggu itu. Meski dalam prosesnya dia akan kalah dan babak belur, dia akan menghadapi resiko tersebut tanpa rasa takut lagi. Rasa sakit itu tak akan terasa ketika dalam mengahdapi rasa takutnya, tentu akan terasa pada akhirnya.

Sedangkan jika seseorang menghadapi rasa takut dan dia memilih untuk tidak mengahadapinya maka hal yang sama akan terjadi, dia tidak akan merasakan sakit selama prosesnya. Contoh, ketika ada kasus pencurian, jika sejak awal dia tidak ingin menghadapinya, apapun yang terjadi selama proses pencurian itu, dia tidak akan merasakannya, termasuk kontak fisik. Berangkat dari dua argumen ini, saya percaya bahwa kesuksesan dan hubungannya dengan rasa takut memiliki korelasi yang sama dengan contoh-contoh tersebut. Kita tak akan merasakan pahitnya proses menuju kesuksesan jika sejak awal kita sudah memutuskan untuk menghadapinya, dan pada akhirnya manisnya kesuksesan dapat kita rasakan bersama dengan pengalaman pahitnya mencapai kesuksesan. Hal sebaliknya juga berlaku, kita tak akan pernah tahu apa itu kesuksesan jika sejak awal kita memilih untuk tidak mengahadapi rasa takut kita untuk mencapai kesuksesan.

Rasa takut lebih dari sekedar penghalang, dia cambuk, dia lawan sekaligus kawan kita. Ingat, tak ada seorang pun yang tak punya rasa takut, bahkan Nabi takut kepada Tuhan, rasa takut selalu ada dalam diri manusia hingga akhir zaman. Yang membedakannya adalah bagaimana kita memperlakukan rasa takut itu, sebagai kawan atau lawan?

2 komentar:

  1. orang bijak selalu bilang, "yang patut ditakutkan dari ketakutan adalah rasa takut itu sendiri"
    ketika rasa takut akan ketakutan sudah berhasil kita taklukkan, apapun akan jadi mudah.
    ayo berjuang mengalahkan rasa takut yang katamu selalu ada itu.
    nice writing bal btw, thanks for dedicating this to me.
    :)

    BalasHapus
  2. takut itu bisa menjadi motivasi buat kearah yang lebih baik .
    gw takut masa depan buat, kemudian berusaha sekuat mungkin tuk mengembangkan diri agak menjadi manusai yang tidak gagal di masa depan
    keren pemikirian lu bal :)

    BalasHapus