21/06/13

Waktu dan Keegoisannya

Pagi itu Christopher sudah meniatkan diri untuk tidak masuk sekolah. Ia tahu ia akan dimarahi ibunya, "ah, biarlah, sehari ini," ujarnya membenarkan tindakan bolosnya hari itu. Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi, dan Christopher belum beranjak dari kasur kecilnya. Tubuh mungilnya masih terbungkus dengan selimut bergambar Superman dan matanya dipaksanya untuk terpejam kembali meski dia sudah terbangun oleh ketukan ibu di pintu kamarnya.

"Ayo bangun," sapa ibunya memasuki kamar Christopher tanpa ketukan lagi. Christopher terpaksa duduk dan menatap mata ibunya yang suci. "Aku tak mau sekolah bu, aku mau di rumah saja," jawab Christopher. Ibunya tersenyum sesaat, entah kenapa sepertinya dia mengerti alasan kenapa Christopher tidak mau berangkat ke sekolah hari itu. Padahal dialah yang paling rajin untuk bangun dan pergi ke sekolah ketimbang ketiga kakaknya.

Ibu mengelus kepala Christopher kemudian memeluknya, dan menyuruhnya untuk tidur kembali. Christopher merasakan kehangatan dan juga kesedihan dalam pelukan itu. Christopher kembali mendekatkan kepalanya ke bantal dan memejamkan mata kembali. Dia rindu.

Siang itu rumah sangat sepi. Kakaknya sedang sekolah dan hanya tersisa ibu di rumah memasak untuk Christopher. "Ibu," Christopher memanggil ibunya selepas beranjak dari kasur kecilnya. "Ya sayang?" jawab ibunya dari dapur. Christopher melangkah kecil dari kamarnya yang mungil berukuran 4x4 ke dapur melewati ruang keluarga. Dia melihat foto-fotonya bersama ibu dan kakak-kakaknya. Ada yang kurang disana. "Ibu masak apa?" tanya Christopher sambil menarik daster batik ibu dengan tangan kecilnya. "Telur dadar. Buat kamu," jawab ibu sambil memasak. Christopher berjalan lagi menuju ruang makan yang dekat dari dapur dan duduk di bangku yang cukup tinggi untuknya, dia harus menjinjit untuk bisa duduk. Tak lama kemudian ibu mengantarkan makanannya, telur dadar, nasi dan kecap manis, sederhana. Ibu menemaninya makan sambil tersenyum melihat anak terakhirnya. Waktu terasa sangat lambat dan ibu mulai mengenang bagaimana sulitnya melahirkan Christopher. Kala itu malam hari hampir jam setengah dua pagi, ibu harus segera pergi ke bidan untuk melahirkannya. Penuh perjuangan dan harapan.

"Ibu, aku rindu Ayah," kata Christopher mendadak di tengah makan siangnya. "Ya, ibu tahu," jawab ibu sambil memandang fotonya dengan anak-anaknya di ruang keluarga. "Bolehkah malam ini aku menginap di sana?" tanyanya kembali mengusik hati ibunya. "Bukankah itu alasanmu bolos?" goda ibunya sambil mencium kening Christopher dan pergi beranjak ke kamar yang dulu pernah dipakai ibu dan ayahnya beristirahat.

Seusai makan siang Christopher berjalan ke ruang keluarga dan duduk di sofa hijau berkayu hitam favoritnya. Dia merenung sejenak, melihat jam dan waktu yang terus berlalu. Bertanya-tanya akan masa depan dan membayangkan masa lalu. Christopher menggapai telepon rumah dan mulai menekan angka-angka di atasnya.

. . .

Christopher membuka matanya, ruangan itu gelap dan panas. Tapi angin menghampiri dirinya dengan malu-malu dari sisi kiri membelai pipinya yang gembul. "Mati lampu,"  kata ayah sambil mengipaskan Christopher dengan koran. "Sudah, tidur lagi sana," ayah terus mengipasinya sambil mengelus rambut Christopher. Jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Mata Christopher terasa sangat berat dan badannya sangat lelah. Ia telah berjalan-jalan dengan ayah selama yang dia bisa sejak matahari terbenam. Rindunya terobati.

Hari itu berlalu sangat cepat. Christopher menghabiskan waktu dengan dua orang yang telah memberikannya kehidupan. Mungkin waktu terlalu mahal atau mungkin terlalu egois untuk berbagi bersama Christopher yang tak akan pernah bisa menghabiskannya dengan dua orang itu secara bersamaan lagi. Tapi Christopher tahu dan menyadari keadaannya, mereka terpisah dengan dua dunia yang sangat berbeda. Jika Christopher semakin mendekat di antara salah satunya, maka yang lain akan menjauh. Begitu sulit, rumit, namun memberikan pelajaran yang sangat berharga mengenai waktu, perhatian, dan kasih sayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar