15/10/15

11 Oktober 2015

Dear Isabel,

Entah aku harus memulainya dari mana, atau menggunakan kata apa untuk memberitahumu tentang kabar terbaruku ini. Karena setiap kata yang aku temukan di dalam buku, majalah, bahkan kamus, seperti sudah tidak bermakna lagi. Setiap ucapan yang keluar dari tiap mulutku seperti sudah tidak sesuai tatanannya dengan yang Bapak atau Ibu guru ajarkan dulu. 

Isabel, aku sekarang tahu bagaimana rasanya tergeletak setengah mati di ubin yang dingin dengan tatapan kosong yang menengadah ke langit-langit serta mulut yang sedikit terbuka seperti baru saja jiwa di dalam dada ini terengut lalu berhamburan ke segala penjuru. 

Isabel, aku telah kehilangan separuh diriku. Rasanya seperti aku dipaksa untuk melihat dadaku dibelah kemudian tangan yang kotor mengambil paksa jantungku. Kemudian ia tidak peduli dengan darah yang mengucur deras dari lubang yang telah ia buat, ia membiarkannya menganga dan tanpa ekspresi mengelus jantungku yang tak lagi bertuan. Kemudian ia pergi tanpa kata, tanpa membalikkan badannya bahkan untuk sejenak.

Isabel, aku sudah seperti mayat berjalan beberapa hari ini. Aku telah merasakan tubuh yang tidak diberi asupan selama 24 jam, tidak mandi selama dua hari, dan tidak bisa berbicara dengan jelas selama beberapa hari. Aku telah kehilangan akal sehatku, dan mungkin, mungkin sekali, aku sekarang sedang menulis dengan kegilaanku.

Apakah arti kegilaan itu Isabel? Apakah memperjuangkan yang tidak mungkin bisa dibilang gila? Aku lihat beberapa hari yang lalu seorang motivator berkata bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Anak dari keluarga tidak mampu bisa sekolah di luar negeri, seorang anak penjual singkong bisa masuk daftar orang terkaya negeri ini, tapi apakah ada kisah sukses tentang ketidakmungkinan cinta? Seperti, seperti, cinta yang berbeda agama? Berbeda suku? Ditelantarkan oleh jarak dan waktu? Apakah kau pernah menemui kisah semacam itu Isabel? Apakah kau pernah menemukan keberhasilan cinta dalam dua insan yang tidak direstui oleh keluarganya? Atau, atau mungkin, kisah keberhasilan cinta seorang lelaki sederhana untuk mendapatkan wanita idamannya?

Oh Isabel. Aku tidak berhenti-hentinya bertanya tentang rencana langit yang dipersiapkan untukku. Aku telah begitu egois, naif, dan menjijikan. Ya, menjijikan Isabel. Aku memainkan hati seorang bidadari yang seharusnya selalu aku peluk erat, selalu aku cium, dan selalu aku ucapkan cinta setiap detiknya. Aku begitu bodoh, sebodoh-bodohnya manusia.

Isabel, kita pernah membahas tentang ruang dan waktu. Ya, waktu. Kau berandai-andai tentang waktu yang terus berjalan, apakah bisa diulang? Kala itu aku bersikeras bahwa waktu tidak perlu bisa diulang, karena itu berarti ada penyesalan. Isabel, Isabel, sekarang aku menjilat ludahku sendiri. Aku sudah menjadi manusia menjijikan yang tidak segan-segan menelan kotoran agar bisa mengulang waktu.

Isabel, aku begitu putus asa. Nafasku terasa begitu berat setiap tarikannya, dan setiap hembusannya tersirat penyesalan yang begitu legam.

Isabel. Aku mencintainya. Aku mencintainya sejak pertama kali bertemu. Sejak pertama kali kulihat wajahnya yang bersinar, berbeda dengan yang lainnya. Isabel. Katakanlah. Definisi cinta mana yang kau ingin aku aminkan? Aku akan aminkan demi dirinya. Isabel. Lidahku sudah kelu, otakku beku, dan jari-jariku mengkerut untuk kembali menjalani hidup. Rasanya aku ingin menyudahinya saja.

Baru aku tahu kalau patah hati bisa semenyakitkan ini, Isabel. Aku sudah mohon ampun, sudah. Ampuni dosa-dosaku ya Tuhan! Ya ampun Isabel, aku telah memanggil nama Tuhan berkali-kali. Aku sudah sujud berkali-kali. Tapi dia semakin jauh, dan semakin jauh. Sampai akhirnya aku begitu benci, karena Dia memutuskan hubunganku dengannya begitu saja setelah aku berdoa begitu keras. 

Aku miskin hati Isabel, aku begitu murka! Aku tidak tahu lagi harus berbicara apa, dengan siapa, dan bagaimana.  Aku tak tahu Isabel harus bagaimana. Aku tidak tahu. Ampuni aku Isabel. Atas apa-apa yang sudah kulakukan, atas apa-apa yang sudah terjadi. Isabel. Aku tiada Isabel. Tiada.

Aku telah menangis hingga air mataku tidak bisa keluar lagi. Aku telah berteriak hingga suaraku tak terdengar lagi. Dan aku sudah kehilangan kesadaran berkali-kali. Tapi dia bilang dia tetap tak akan kembali.

Isabel. Aku telah menjadi gila.

06/10/15

Menjadi, atau Tidak Menjadi. Itulah Persoalannya.

Siapa yang tidak kenal dengan Shakespeare (well, my parents didn't)? Salah satu sastrawan tersohor di dunia yang dikenal dengan bahasanya yang belibet dan sulit dimengerti ini memiliki satu karya mahabesar, yakni Hamlet. Beberapa waktu yang lalu saya secara tidak sengaja menemukan jadwal aksi teater yang mengangkat kisah Hamlet di Twitter. Adalah @teaterKATAK yang mencoba untuk menerjemahkan manuskrip super-duper-ultra sulit dimengerti Hamlet untuk masyarakat luas.

Sumber: @HamletKataK

Kepala yang penat serta waktu yang lowong di hari Sabtu, saya gunakan untuk menonton aksi teater ini (jangan tanya sama siapa). Dengan modal kebosanan dan beberapa lembar uang rupiah, saya berangkat ke Gedung Kesenian Jakarta. Tadinya saya ingin memesan via telepon, tapi sudahlah, saya mau mencoba peruntungan saya dengan langsung datang dan beli tiket on the spot.


Saya beruntung, masih ada sisa tiket untuk saya menikmati aksi teater ini. Tanpa ada orang yang saya kenal di Gedung Kesenian Jakarta, saya langsung saja masuk untuk mencari tempat duduk yang telah saya pesan. Aksi teater ini berlangsung selama kurang lebih 3 (tiga) jam dengan ada istirahat selama 20 menit di pertengahan aksi. Cukup lama untuk sebuah aksi teater, namun saya rasa masih kurang lama untuk bisa menceritakan kisah Hamlet.

Aksi Teatrikal Untuk Semua
Menonton aksi teater bukanlah kegemaran saya, namun aksi teater yang mengangkat kisah Hamlet tentu menarik perhatian saya. Saya ingin melihat bagaimana tim teater Katak mengintepretasikan kisah Hamlet yang rumit ke dalam aksi hidup khas teatrikal, and I was not disappointed!

Pangeran Hamlet diperankan oleh Viriya Paramita
Sumber: @teaterKATAK

Sebagai orang yang masih awam dengan aksi teater, saya merasa geli setiap kali melihat adegan musikal di tengah aksi teater. Memang itu adalah poin yang tidak bisa dihilangkan dari aksi teatrikal, coba saja lihat aksi bintang-bintang besar di Broadway. Mungkin saya saja yang belum terbiasa, maklum keingetan film-film India. Tim teater Katak memiliki tugas yang cukup berat dalam aksi teater Hamlet, yakni bagaimana caranya membuat penonton tetap mengerti alur kisah Hamlet serta mendapatkan pesan-pesan Shakespeare tanpa membuat mereka jenuh dengan dialog-dialog rumit antar karakter. The result is.... They did a really good job there!

Raja Claudius dan Ratu Gertrude diperankan oleh Riski Safaat dan Lydia Natasha
Sumber: @teaterKATAK

Entah apakah memang sudah menjadi suatu prasyarat tak tertulis dalam etika berteater, ataukah memang menjadi sebuah kebiasaan, aksi teater Hamlet ini juga tidak luput dengan banyak aksi jenaka di beberapa adegan. Manuskrip Hamlet yang menurut saya gelap, bercerita tentang tragedi, pembunuhan, dan ketidakpastian dapat dikemas menjadi segar oleh tim teater Katak, marvellous!

Arwah Raja Hamlet diperankan oleh Pandji Putranda
Sumber: @teaterKATAK

Awalnya saya berniat untuk mengecek apakah semua adegan penting di kisah Hamlet akan diintepretasikan secara harafiah atau tidak. Tapi setelah beberapa nyanyian dan canda-tawa, sudahlah, saya mau menikmati aksi teater ini sebagaimana tim teater Katak mengintepretasikannya, haha. Satu-satunya yang mengganjal di pikiran saya hingga saat ini adalah penggunaan Bahasa Indonesia dalam menyatakan beberapa kutipan-kutipan dialog penting dalam naskah Hamlet. Everytime I heard it from the players, I giggle so much!

Kutipan-kutipan dialog khas karakter yang telah di-Bahasa Indonesia-kan

Oke, itulah review sederhana saya dari aksi teater Hamlet oleh tim teater Katak. Kalo dirangkum, bolehlah saya memberikan skor 8 out of 10! Tetap berkarya ya teman-teman! Orang-orang Indonesia, terutama orang Jakarta, masih perlu diperkenalkan seni teater dan seni-seni lainnya. Jadikan seni bagian dari hidup agar hidup tidak melulu hitam-putih.

* * *

Is Justice The Business of People or God?
Kisah Hamlet atau lengkapnya Tragedy of Hamlet: Prince of Denmark karya Shakespeare adalah sebuah kisah klasik mengenai suatu kerajaan yang tidak lepas dari persoalan tahta. Kembalinya Hamlet ke kerajaan Denmark yang berpusat di Elsinore diwarnai oleh banyak kejutaan: meninggalnya ayah Hamlet, sang raja Denmark, dan ibunya yang menikah dengan pamannya, yang mana membuat pamannya menjadi raja. Secara struktural seharusnya Hamlet-lah pemegang tahta selanjutnya dari kerajaan Denmark, tapi karena sang ibu menikahi pamannya, maka tertutuplah jalan Hamlet menjadi raja.

Salah satu bagian favorit saya dalam kisah Hamlet adalah ketika raja Claudius mengakui segala dosa-dosanya yang telah membunuh raja Hamlet:

"My words fly up, my thoughts remain below. Words without thought never to heaven go,"

Raja Claudius (seperti) menemukan dirinya tidak dapat berdoa karena dirinya telah begitu kotor di hadapan Tuhan. Di bagian itu, kemudian Hamlet memiliki kesempatan untuk membunuhnya saat raja Claudius sedang dalam posisi lengah dan lemah. Namun yang terjadi malah pertarungan batin dalam diri Hamlet yang menurut saya sangat irasional namun sangat mengena.

Datangnya arwah raja Hamlet untuk menemui Hamlet dan berkata bahwa ia tidak dapat pergi ke surga karena ia tidak memiliki persiapan untuk menemui Tuhan (karena dia belum mengakui dosa-dosanya dan berdoa tapi sudah keburu dibunuh) menimbulkan persepsi bahwa jika ia membunuh raja Claudius saat ia berdoa, maka ia akan mengirimnya langsung ke surga. Padahal ia ingin pamannya menderita lebih dari apa yang dirasakan oleh ayahnya yang sekarang sedang "disucikan" oleh api neraka.

Secara rasional, tindakan Hamlet adalah tindakan yang bodoh untuk tidak membunuh raja Claudius saat itu juga. Menimbang hasil akhir (matinya Hamlet) yang merugikan, sebetulnya tanpa memikirkan surga-neraka maka Hamlet bisa menegakkan keadilan. Dari sini kemudian timbul pertanyaan dalam benak saya. Soal keadilan, apakah itu urusan manusia atau Tuhan? Dari mana Hamlet bisa tahu bahwa pamannya tidak akan ke neraka apabila ia membunuhnya saat itu juga? Damn Hamlet! Make up your mind! Gak salah sih apabila ia terkenal dengan quote super-labil:

"Be, or not to be,"