Saya agak kecewa dengan beberapa teman yang seringkali ikut kepanitian dan menjadi pengurus keuangan, baik itu bendahara maupun dana usaha. Beberapa kasus membuat acara yang ditangani menjadi tidak sehat, dalam artian mengalami defisit dan seringkali mendesak bagian dana usaha atau penghimpun dana menjadi bekerja terlalu keras. Memang saya jarang sekali (atau sepertinya tidak pernah) menjadi bagian keuangan dan saya bahkan tidak mendalami ilmu manajemen keuangan, namun saya mulai mengerti sistem keuangan dari melihat kasus-kasus acara yang defisit. Tulisan kali ini saya gunakan untuk berbagi pemikiran saya mengenai sistem keuangan yang sehat dalam pembuatan dan pelaksanaan sebuah acara dengan menggunakan skenario terburuk.
Memang sudah sewajarnya sebagai panitia pelaksana kita harus membuat acara sedimikian bagus agar memuaskan para peserta, namun hal ini tidak boleh melupakan kemampuan penghimpunan dana dari panitia pelaksana itu sendiri, baik itu menggunakan uang pendaftaran peserta, sponsor, maupun iuran para panitia. Setelah melihat kasus terakhir kepanitian yang dipegang oleh teman-teman, (seharusnya) saya menjadi berpikiran pragmatis: "you get what you pay". Saya selalu berpikir mengapa kita harus repot-repot mencari uang tambahan jika uang pendaftaran peserta atau iuran dari panitia itu sendiri cukup untuk menutupi segala kebutuhan acara? Yang saya bicarakan kebutuhan lho, bukan keinginan.
Contohlah sebuah acara seminar yang menghargai uang pendaftaran Rp. 50.000,- per orang. Jika asumsi terburuknya yang datang hanya 100 orang, berarti pemasukan awal kita hanya mendapatkan Rp. 5.000.000,-. Nah, dari sana kita seharusnya mendapatkan gambaran yang jelas skenario terburuk dari acara tersebut, yakni kita hanya dapat menyediakan fasilitas sejumlah Rp. 5.000.000,- untuk peserta. Jika berdasarkan kepada iuran panitia saja (peserta tidak dipungut biaya) dan pengeluaran telah jelas (contoh sebesar Rp. 5.000.000,-), kita bisa membagi rata pengeluaran sejumlah dengan anggota kepanitiaan. Contoh, jika panitianya ada 50 orang, maka pengeluaran total sebesar Rp. 5.000.000,- dibagi 50. Berarti setiap panitia (entah mau dengan cara apa) memiliki tanggung jawab untuk iuran sebesar Rp. 100.000,- (entah mau menggunakan tenggat waktu seperti apa). Barulah kita bisa mencari-cari keperluan untuk penyelenggaraan acara tersebut dengan batasan maksimal pengeluaran Rp. 5.000.000,-.
Untuk masalah sponsor kemudian bisa menyusul, baik itu untuk menambah, memenuhi kebutuhan akan keperluan untuk acara tersebut, atau mengembalikan uang iuran anggota panitia. Contoh, jika kita mencari pembicara untuk seminar tersebut, carilah sponsor yang berkaitan dengan sang pembicara agar dapat memberikan uang akomodasi sang pembicara (jadi kita mendapatkan pembicara gratis). Jika mendapat sponsor yang memberikan fresh money, itu bisa digunakan untuk mempermewah fasilitas yang akan diberikan kepada peserta, baik itu untuk tempat, konsumsi, atau fasilitas lainnya yang lebih baik. Dan jika mendapatkan sponsor yang bersifat reimbursed, kita dapat menjadikannya profit ataupun dalam kasus iuran panitia, bisa dikembalikan uangnya kepada panitia dengan jumlah merata.
Memang acara yang diselenggarakan akan menjadi acara "apa adanya" bukan "ada apanya". Acara yang berbasis skenario terburuk tidak akan dapat menjanjikan apa-apa kepada peserta, karena fasilitas yang dipersembahkan akan baru dapat dijanjikan setelah uang pendaftaran maupun iuran panitia sudah ditetapkan dan terperinci secara jelas. Acara yang dibuat tidak akan bersifat mewah jika uang peserta maupun sponsor yang didapatkan tidak berjumlah besar, namun hal ini akan meminimalisir kesempatan terjadinya defisit dan hutang.
Seringkali teman-teman kepanitian lebih mementingkan idealisme mereka tentang acara yang akan diselenggarakan ketimbang bersifat realistis terhadap kesempatan yang ada (pemasukan yang tidak tentu). Faktor inilah yang kemudian membawa teman-teman menuju lubang hitam defisit atau yang lebih parah, hutang. Jika ini diterapkan, teman-teman dana usaha atau penghimpun dana tidak akan terlalu tergesa-gesa ataupun merasa sangat terbebani untuk mencari uang kesana-kemari, karena mereka lebih bersifat komplementer ketimbang menjadi tulang punggung keuangan. Saya agak heran kenapa teman-teman banyak sekali yang senang berpikir rumit dan berharap terlalu besar terhadap sponsor ketika kita bisa berdiri dengan kaki sendiri. Mungkin masih banyak kekurangan dalam sistem keuangan skenario terburuk yang saya tulis ini, oleh karena itu teman-teman silahkan mengkritiknya :)