Kementerian Luar Negeri atau yang biasa disingkat Kemenlu adalah sebuah institusi pemerintah yang bergerak dalam urusan luar negeri. Banyak dari kita, termasuk saya, yang bermimpi untuk dapat bekerja dan berkontribusi di sana sebagai bentuk pengabdian kepada negara. Apa sebenarnya yang spesial dari Kemenlu? Apakah pantas kita (mahasiswa) memberikan sedikit kelebihan kita disana? Maaf, bukan bermaksud untuk sombong atau menjatuhkan, tapi saya mencoba mengajak Anda untuk berpikir dua kali tentang itu melalui perspektif saya tentang Kemenlu.
Mewakili negara, bekerja untuk negara, dan sebagai bentuk pengabdian adalah sekian alasan bagi kita untuk dapat bekerja di Kemenlu. Selain pride yang didapatkan karena bekerja dalam institusi pemerintah, fasilitas, kemewahan, dan rasa dihargai/dihormati oleh orang lain dapat membuai kita akan kata "Kemenlu". Memang benar adanya tentang itu semua, tapi sayangnya hanya sedikit dari kita (masyarakat Indonesia) yang mampu menggapai tingkat tersebut dalam Kemenlu, bahkan beberapa orang Kemenlu pun sulit untuk mencapainya.
Apa sebenarnya yang terjadi? Sedikit bercerita, ketika saya mengatakan impian saya untuk menjadi Duta Besar kepada salah seorang senior saya di Hubungan Internasional (HI) UGM, beliau merespon dengan respon yang menurut saya tidak begitu menyenangkan/tidak sesuai harapan ketika itu. Responnya adalah sebuah bentuk tawa. Beliau bahkan berkata bahwa impian saya mungkin akan sirna setelah saya lulus dari jenjang kuliah. Saya sangat terheran-heran, mengapa seorang/banyak mahasiswa HI yang sangat skeptis terhadap Kemenlu, padahal bahasan kuliah mereka tidak jauh dari urusan yang menjadi kesibukan sehari-hari Kemenlu.
Seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa Kemenlu tidaklah seindah yang saya bayangkan. Banyak cerita yang beredar di antara senior-senior saya yang salah satunya ada yang telah magang di Kemenlu. Bahwa di sana (Kemenlu), peserta magang seperti dianggap tidak ada, atau diberikan pekerjaan-pekerjaan yang kerap kali tidak dibutuhkan kemampuan khusus untuk melakukannya. Saya mulai menimbang kembali impian saya ini, meskipun saya belum melihat bukti yang nyata dari Kemenlu seperti yang diceritakan, tapi cerita tersebut seperti mampu memenggal impian mereka yang memiliki impian sama dengan saya, mungkin bedanya mereka sudah pernah merasakan rasanya bekerja disana. Dan cerita lain saya dapatkan dari teman-teman luar jurusan. Ketika mereka mengetahui tentang impian saya ini, mereka memberikan saya informasi yang cukup mengagetkan. Mereka berkata bahwa karir yang hendak saya bangun tidak akan dapat mencapai puncaknya apabila saya merintis dari bawah. Ketika saya memutuskan untuk mengikuti tes CPNS Kemenlu, maka dari sana karir saya langsung dapat dikatakan stuck. Kenapa demikian? Melalui analisa yang telah mereka lakukan, kebanyakan tokoh-tokoh besar Kemenlu bukanlah mereka yang merintis dari bawah, melainkan mereka yang hebat di bidangnya, seperti bidang Hukum, kemudian diambil untuk bekerja di Kemenlu. Lalu dimana posisi mereka yang merintis dari bawah? Apakah akan selalu dibawah? Mari kita pikirkan bersama untuk mendapatkan jawabannya.
Permasalahan dengan negara/kawasan lain juga ikut membentuk sebuah paradigma baru dalam pikiran saya tentang Kemenlu. Permasalahan-permasalahan tersebut seperti tidak terselesaikan sepenuhnya. Memang, kemampuan diplomasi Indonesia sangat dipandang beberapa puluh tahun yang lalu, tapi mari berkaca pada kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini. Isu perbatasan, perlindungan TKI, kerjasama internasional yang merugikan masyarakat kita, sudah berapa sering kita mendengarnya? Dimana bentuk kontribusi nyata dari Kemenlu menghadapi permasalahan tersebut? Apakah sebegitu lemahnya orang-orang kita? Pemerintah kita?
Tidak heran jika banyak dari kita, lulusan HI, yang lebih memutuskan untuk bekerja di perusahaan-perusahaan asing demi kehidupan yang lebih baik. Melalui perspektif ini, berbagai macam pertanyaan timbul di pikiran saya:
- Apakah perlu saya magang di Kemenlu hanya untuk membuktikan cerita-cerita tersebut? Jika memang benar adanya, bukankah itu sama saja wasting time ketika saya bisa melakukan hal yang lebih berguna seperti magang di perusahaan asing?
- Jika memang benar perlakuan Kemenlu terhadap para mahasiswa yang magang disana, saya benar-benar kecewa terhadap institusi pemerintah yang satu ini. Saya merasa seperti ingin memperbaiki bangsa tapi dihalangi oleh generasi-generasi sebelumnya. Bukankah ini terlihat seperti mereka mengukuhkan kedudukannya disana dengan cara menghapus generasi penerus yang jauh lebih baik dari mereka dengan cara halus yaitu membuat kita kecewa dengan Kemenlu?
- Dan keputusan untuk bekerja di perusahaan asing saya rasakan seperti pengkhianatan terhadap negara, bukan bermaksud berlebihan, tapi sadarkah kita ketika kita lebih memilih ke luar negeri/bekerja untuk asing daripada membangun negara sendiri dengan cara bekerja untuk pemerintah, seperti menyia-nyiakan bakat, kemampuan dan ilmu yang kita miliki yang seharusnya bisa disalurkan untuk memperbaiki negara?
Mari berpikir ulang tentang Kemenlu, mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing. Apa yang harus kita lakukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar