Jika pada tulisan saya sebelumnya, saya mengajukan argumen betapa aktif Tuhan itu, pada tulisan saya kali ini saya akan menawarkan argumen yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Argumen ini sebenarnya diajukan oleh teman saya, dan saya akan mencoba mengembangkannya.
Dalam buku History of God, Karen Armstrong sempat menawarkan teori "tanpa sebab" adanya Tuhan. Tuhan ada tapi tidak ada yang tahu mengapa Dia ada. Saya agak lupa siapa yang mencetuskannya pertama kali, antara Plato atau Aristoteles, yang pasti filsuf Yunani. Berangkat dari sini, saya ingin mengembangkan peran Tuhan dari yang ada tanpa sebab, menjadi ada dan merupakan seorang spektator.
Kenapa spektator? Argumen ini akan saya kaitkan kepada perkataan Baron of Holbach, yang lagi-lagi saya kutip dari buku Karen Armstrong, yakni "religion created Gods because people could not find any other explanation to console them for the tragedy of life in this world". Manusia merupakan mahkluk terpintar yang pernah ditemukan sampai sekarang. Kemampuan manusia dalam beradaptasi dan berpikir menjadi kelebihan utamanya untuk mampu bertahan dari teori seleksi alam milik Darwin. Manusia sering mengandalkan ilmu sains untuk menjelaskan banyak hal, sayangnya, ada beberapa hal yang tidak bisa dijelaskan menggunakan ilmu sains. Agama dan konsep Tuhan merupakan cara untuk menjelaskan hal-hal yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu sains tersebut. Mungkin itu sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Baron of Holbach secara garis besarnya.
Spektator dalam tulisan saya dimaksudkan sebagai hal yang tidak terpisah dari penciptaan alam semesta. Tuhan menciptakan alam semesta, tetapi Dia tidak melakukan apapun untuk mengubah apa yang sudah dibuatnya. Dia hanya melihat dari singgasananya. Pada saat penciptaan alam semesta, dunia sudah dibuat dengan rinci akan siklus yang tak akan berhenti. Di satu sisi memang ini terdengar seperti ketiadaan hari akhir atau kiamat. Dunia akan tetap ada, tetapi dia akan bersiklus secara terus-menerus. Dari satu zaman es, ke zaman es lainnya, dari zaman dinosaurus, ke zaman dinosaurus lainnya, dan terus-menerus bersiklus. Tapi ketiadaan manusia dalam hal ini saya aminkan adanya hari akhir atau kiamat. Hari kiamat untuk manusia itu ada, tetapi bukan untuk alam semesta. Mahkluk lain akan mengisi apa yang ditinggalkan oleh manusia. Dan Tuhan pada sesi ini akan tetap sebagai spektator. Dia hanya melihat siklus ini terus terjadi untuk waktu yang tidak ditentukan.
Pada akhirnya, manusia sendirilah yang menentukan akan seperti apa peradabannya berlangsung. Kerusakan alam, global warming, dan lain-lain merupakan hasil dari perbuatan manusia sendiri. Sejalan dengan itu, siklus alam terus berputar. Yang bisa dilakukan manusia adalah terus bertahan dari seleksi alam-nya Darwin.
Sebagai penutup, saya mau mengaitkan argumen ini dengan adanya kepercayaan bahwa ada mahkluk lain yang lebih dulu hidup dan bahkan lebih maju dan canggih peradabannya daripada manusia. Misteri Atlantis mungkin bisa menjadi contoh peradaban tersebut. Bagaimana kemudian jika hal itu benar? Bahwa ada yang lebih dulu hidup dan berkembang sebelum manusia, hingga mencapai suatu titik dimana mereka mencapai hari akhirnya? Dan manusia menjadi siklus berikutnya dari perhitungan awal Tuhan? Sekian.
Spektator dalam tulisan saya dimaksudkan sebagai hal yang tidak terpisah dari penciptaan alam semesta. Tuhan menciptakan alam semesta, tetapi Dia tidak melakukan apapun untuk mengubah apa yang sudah dibuatnya. Dia hanya melihat dari singgasananya. Pada saat penciptaan alam semesta, dunia sudah dibuat dengan rinci akan siklus yang tak akan berhenti. Di satu sisi memang ini terdengar seperti ketiadaan hari akhir atau kiamat. Dunia akan tetap ada, tetapi dia akan bersiklus secara terus-menerus. Dari satu zaman es, ke zaman es lainnya, dari zaman dinosaurus, ke zaman dinosaurus lainnya, dan terus-menerus bersiklus. Tapi ketiadaan manusia dalam hal ini saya aminkan adanya hari akhir atau kiamat. Hari kiamat untuk manusia itu ada, tetapi bukan untuk alam semesta. Mahkluk lain akan mengisi apa yang ditinggalkan oleh manusia. Dan Tuhan pada sesi ini akan tetap sebagai spektator. Dia hanya melihat siklus ini terus terjadi untuk waktu yang tidak ditentukan.
Pada akhirnya, manusia sendirilah yang menentukan akan seperti apa peradabannya berlangsung. Kerusakan alam, global warming, dan lain-lain merupakan hasil dari perbuatan manusia sendiri. Sejalan dengan itu, siklus alam terus berputar. Yang bisa dilakukan manusia adalah terus bertahan dari seleksi alam-nya Darwin.
Sebagai penutup, saya mau mengaitkan argumen ini dengan adanya kepercayaan bahwa ada mahkluk lain yang lebih dulu hidup dan bahkan lebih maju dan canggih peradabannya daripada manusia. Misteri Atlantis mungkin bisa menjadi contoh peradaban tersebut. Bagaimana kemudian jika hal itu benar? Bahwa ada yang lebih dulu hidup dan berkembang sebelum manusia, hingga mencapai suatu titik dimana mereka mencapai hari akhirnya? Dan manusia menjadi siklus berikutnya dari perhitungan awal Tuhan? Sekian.