25/09/14

Mengenal Etos Kerja Negara Maju

Awalnya saya membaca postingan seorang teman di Path, kemudian saya gatal untuk berbagi pengalaman dengan Anda-Anda yang setia membaca blog ini. Seorang teman yang memulai program exchange-nya sekitar enam bulan yang lalu memposting pengalamannya di negeri asal Doraemon.


Saya ingin berbagi sebuah pengalaman berharga terkait etos kerja yang baru-baru saja saya alami. Dimulai saat awal bulan Agustus lalu, saya diberikan tugas menjadi salah satu supporting team untuk sebuah klien internasional. Saya dipercaya untuk menjadi PR Event Coordinator oleh atasan saya. 

"Why?"
Beberapa hari berlangsung, Project Manager (PM) untuk sang klien tidak masuk pada hari itu. Alhasil, saya yang harus meneruskan pekerjaannya untuk berhubungan dengan klien. Ternyata saat itu sedang ada perdebatan mengenai rencana event yang akan dilaksanakan pada bulan September dan saya diminta oleh atasan untuk mencari solusi atas perdebatan tersebut.

Perdebatan terjadi mengenai jumlah pembicara yang akan hadir di acara tersebut. Hal yang sepele bukan? Tapi tidak bagi mereka. Setelah saya pelajari perdebatan tersebut, ada perbedaan pendapat antara sang PM dan sang klien. Klien percaya bahwa satu pembicara sudah cukup untuk mengisi acara yang rencananya akan berdurasi 2 jam itu. Namun, sang PM tidak sepemikiran dengan hal tersebut. Saya memahami pemikiran sang PM yang menyatakan bahwa it is unusual to have a single speaker in a such big event. Akhirnya saya mencoba memberikan penjelasan-penjelasan untuk membuat klien memahami jalan pemikiran PM dan saya.

Ternyata hal tersebut cukup sulit untuk dilakukan bagi saya, karena hal pertama yang akan selalu mereka ucapkan setelah saya memberikan penjelasan adalah "why?". Yang unik dan sering luput dari kita (termasuk saya) adalah hal-hal kecil yang detail. Orang-orang ini membawanya ke tingkat yang lebih tinggi, yakni mengusahakan semuanya agar rasional, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan ke depannya. Setelah sekitar beberapa jam saya memberikan penjelasan serta contoh-contoh yang memperkuat argumen saya, akhirnya muncul e-mail ini:



Semakin Detail, Semakin Baik
Setelah kejadian tersebut, saya mulai di-recognize oleh sang klien. Saya yang sebelumnya pasif karena job desc saya hanya menjalankan event, menjadi aktif memberikan pendapat saat ditanyai oleh klien, atasan, dan juga PM. Hingga akhirnya saya diajak untuk makan malam oleh atasan dan PM bersama dengan klien. Hubungan kami menjadi sangat akrab sampai datang saat-saat saya menjalankan fungsi PR Event Coordinator.

H-7 sang klien mengutus perwakilannya ke Jakarta untuk membantu saya merealisasikan rencana yang dibuat sebulan lalu. Seperti yang saya bilang sebelumnya, orang-orang ini sangat detail dan sangat kepo. Mereka mempertanyakan ini dan itu, mengapa, dan bagaimana selanjutnya. Dalam satu hari kami bisa merevisi rancangan hingga tujuh kali dan semua itu harus dibayar mahal dengan waktu. Saya dan tim harus menginap di kantor untuk mempersiapkan semuanya, dan hebatnya perwakilan mereka, meskipun tidak menginap, juga ikut bekerja hingga larut malam.

Apresiasi Itu Penting!
Acara berjalan dengan lancar, meskipun ada satu dua hal yang mengganggu akibat perbedaan bahasa. Semua terbayar lunas oleh senyum manis sang klien dan juga e-mail ini:


Setelah acara berakhir, saya belum bertemu dengan sang klien maupun perwakilannya yang sangat kooperatif dalam bekerjasama menjalankan acara. Satu hal yang selalu saya perhatikan dan jarang sekali saya temukan di etos kerja orang-orang Indonesia, yakni masalah apresiasi. Meskipun cara kerja orang-orang ini agak sedikit menyusahkan karena selalu meminta sesuatu hingga sangat detail, mereka akan selalu mengakhirinya dengan kalimat atau kata-kata apresiasi. Dan hal itu benar-benar membayar lunas semua jerih payah yang sudah saya dan tim lakukan.

P.S:
1. Sensor dilakukan untuk menjaga kerahasiaan.
2. Cerita lebih lengkap bisa tanya/ngobrol langsung.
3. Bonus e-mail terakhir (mereka sangat detail):


Tidak ada komentar:

Posting Komentar