07/03/14

Nyanyian Kantin

Sebagai mahasiswa tingkat akhir, saya sudah jarang sekali untuk pergi ke kampus. Yah, paling satu atau dua kali untuk sekedar bertemu dosen atau mengurus keperluan skripsi. Saya juga sudah tidak berurusan dengan politik kampus, fakultas, atau jurusan yang biasanya tidak saling peduli satu sama lain. Saya hanya sekedar mendengar angin gosip yang berterbangan tanpa punya kendali atau kekuatan yang valid sebagai pengurus organisasi ataupun semacamnya. 

Fakultas saya tercinta di Bulaksumur terlihat rindang-rindang saja dengan angin sayu yang mendayu. Gedung-gedung baru megah berdiri, tempat parkir yang meluas mengundang lebih banyak kendaraan untuk parkir di sana, dan tentunya didominasi oleh kendaraan para mahasiswanya. Siang ini saya ke kampus datang sekedar untuk main, bertemu dengan teman-teman yang masih mengambil mata kuliah. Selain itu saya juga ingin mengecek gosip tentang kantin fakultas saya yang hampir satu tahun ini "mati" tak bernyawa.

"Kamu tau gak sih, masa ibu penjaga kantin ada lagi lho!" kata seorang teman via telpon genggam.

"Ah, masa? Bukannya sudah ganti tender?" balasku sambil malas-malasan.

"Kesini deh, kita diminta dukungan untuk pengaduan masalah kantin sama si ibu."

"Siang ya aku kesana."

Siang datang, matahari tegap berdiri. Lantai yang berlapis ubin, beton-beton penyangga bangunan menyapa. Saya berjalan ke kantin untuk bertemu dengan teman-teman. Tanpa banyak bicara saya langsung mencoba salah satu penjaja makanan di kantin baru itu. Masih seperti dulu, membayar makanan pun harus ke kasir. Sejauh ini belum ada kecurigaan. Kemudian saya pun ke kasir, dan bertemu dengan ibu kantin.

"Hai bu," sapaku sambil membayar.

"Halo mas," si ibu mengambil kembalian. "Oh iya mas, saya mau minta tolong. Besok saya mau bertemu dengan pihak kampus ini, saya butuh dukungan mas dan teman-teman," si ibu memberikan buku dengan banyak catatan tangan dari mahasiswa-mahasiswi serta komplain mereka tentang kantin.

"Loh, loh, memang ada apa ya ini bu?"

"Aduh mas, gimana ya saya jelasinnya. Ya memang awalnya kontrak kami dulu kan sudah habis, lalu kan katanya mau ada perbaikan fasilitas, dicat ulang, bangku-bangku, meja-meja, dan stan-stan akan diperbaiki, diganti yang lebih bagus. Tapi ternyata kita toh tidak bisa jualan lagi."

"Walah, ini memang wewenang siapa sekarang bu?"

"Walah, mas. Saya ini wong cilik, masalah itu kan yang lebih tinggi yang tahu."

"Ini sudah saya tulis komentar saya. Coba ya bu nanti saya kasih tahu teman-teman saya yang gerak di organisasi, siapa tahu bisa bantu."

"Wah, matur nuwun lho mas!" kata si ibu terlihat senang.

Setelah itu saya kembali ke tempat duduk. Cerita yang mengalir ternyata memberi banyak informasi serta sedikit cross check. Ada yang bilang harga sekarang jauh lebih mahal dari yang dulu, ada yang bilang tidak seenak dulu, tapi juga ada yang bilang dulu sempat ada pengetesan makanan untuk penjaja di kantin oleh pihak kampus yang terbuka bagi mahasiswa. Jadi, sebenarnya apa yang terjadi? Saya benar-benar bingung dan tidak tahu ada apa sebenarnya. Apakah semua orang seperti saya? Atau hanya saya yang seperti ini karena jarang ke kampus? Kalo iya, tak apa, tapi kalo tidak, wah, bahaya. Lalu mereka yang memberi dukungan itu apakah tahu betul apa duduk permasalahannya?

Di saat-saat seperti ini saya jadi gemes dengan organisasi-organisasi kampus yang katanya kerakyatan ini. Apakah mereka sudah tahu? Kalo sudah, mereka melakukan apa ya? Apakah sudah berusaha? Jika sudah, menghasilkan apa? Tak masalah jika gagal, tapi semua harus tahu apa yang terjadi. Informasi dan transparansi harus tetap dijunjung tinggi. Jangan menunggu untuk diminta menjelaskan, mulailah menjelaskan. Buat awareness di antara kita semua, bangkitkan rasa kepedulian. Bukankah itu tugas kita semua? Tidak perlu membeda-bedakan jurusan, apalagi agama. Daripada jauh-jauh membahas soal negara atau terlalu sering membicarakan seminar-seminar skala nasional atau internasional, bagaimana jika kita memberi sedikit perhatian bagi sekitar kita? Alangkah lebih baik jika ada edaran, public hearing, atau informasi berbentuk lainnya yang bisa menjelaskan semuanya dari semua organisasi mahasiswa yang tidak terlalu jauh aktif dari isu ini, atau yang anggotanya sering mengisi perut mereka di sini. 

Dulu sempat ada vandalisme yang mempertanyakan isu ini, namun entah sudah kemana hingar-bingarnya. Katanya bersatulah, katanya kerakyatanlah, katanya perjuanganlah, katanya kekeluargaanlah, apa artinya semua jika seperti ini sekarang? Alat makan tak bisa bicara, jangan biarkan mereka terbuang sia-sia hanya karena perut ini sudah kenyang. Dulu kita sempat dihina sebagai elit berotak yang hidup dibalik jeruji beton mewah ber-AC karena tidak mau pergi ke jalan. Sekarang tidak perlu pergi ke jalan untuk membantu, terlalu jauh, dan mungkin terlalu riskan. Coba lihat dan dengar mereka yang bernyanyi di kantin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar