20/09/15

Ada Apa dengan Kita dan Film-Film Anak yang Tertukar?

"Encanensu (nama disamarkan demi kepentingan sponsor, halah), mohon kau maafkan ibu. Ibu tidak ingin kau marah terus,"
"Baik ibu, aku tidak akan marah lagi,"

Begitulah potongan kalimat dialog dalam sebuah film seri impor dari Turki yang sekarang ini sedang merajalela di Indonesia. Entah apa yang merasuki saya malam itu sehabis pulang kantor sehingga saya menyempatkan waktu menonton satu episode dari film yang bahkan saya tidak ikuti dari awal. Setelah menghabiskan hampir tiga jam perjalanan untuk bisa sampai di rumah dengan selamat dari kantor, malam itu saya memutuskan untuk makan malam telebih dahulu sebelum saya melepas kaos kaki. Sambil mengisi perut yang kosong, saya menyalakan televisi dan berhenti di salah satu stasiun televisi swasta yang terkenal dengan film-film impor Turki-nya. Saya berharap banyak dari film impor yang saya tonton tersebut, namun nyatanya jalan kisahnya mudah ditebak. Yap, cerita tentang anak orang kaya yang tertukar dengan anak orang miskin di rumah sakit. Klise.

 Ini dia dua anak yang tertukar. Cantik ya?

Meski diisi oleh aktor dan aktris yang cantik nan tampan dan didukung oleh latar belakang pemandangan yang indah ala Turki, nyatanya film ini memiliki garis cerita yang sama saja dengan beberapa film sinema elektronik (sinetron) Indonesia yang telah banyak (juga sempat ngehits) ditayangkan. Saya jadi bertanya-tanya, ada apa dengan kisah anak yang tertukar? Apakah sebegitu senangnya masyarakat kita dengan kisah anak yang tertukar? Atau ini semacam fantasi liar yang menjadi impian dan doa-doa tersembunyi dari masyarakat kita?

Kisah anak yang tertukar sudah sangat jelas akan menaruh fokus pada isu sosial. Pasti yang tertukar adalah anak dari keluarga yang kaya dengan anak dari keluarga miskin (ya iyalah, kalo sama-sama keluarga miskin, ga bakal ada sensasinya), kemudian ada satu kejadian di masa depan, tentunya ketika anak mereka sudah besar, yang membuat orang tua mereka tersadar atau membuktikan bahwa anak mereka tertukar. Lagi-lagi, klise.

Isu sosial antara si kaya dan si miskin selalu menjadi hits yang tak terbantahkan di hampir seluruh negara di dunia. Tengok film seri Taiwan yang super hits di era saya masih SD dulu (yes, I'm talking about F4), atau film kartun yang terinspirasi dari negeri 1001 malam, Aladdin, dan masih banyak lainnya. Kebanyakan film yang mengangkat isu sosial selalu berhasil mendapatkan simpati masyarakat karena jelas sekali sangat mudah bagi sang penulis cerita untuk menempatkan mana yang jahat dan mana yang baik, dan menunjukkan tersiksanya kaum yang lemah (biasanya sih alur ceritanya seperti itu). Lalu, apakah ini fenomena yang biasa?

Belakangan ini saya terganggu dengan pemikiran film anak-anak yang tertukar ini. Kenapa? Karena saya merasa bahwa mungkin ada yang salah dengan mental atau mungkin juga mindset kita. Saya pribadi merasa sangat senang memposisikan diri sebagai anak yang tertukar dari keluarga miskin dan mendadak jadi orang kaya (ya iyalah, mana ada yang mau dari kaya jadi miskin). Mungkin ini yang menjadi daya tarik dari film-film yang membawa isu sosial kaya dan miskin. Ya, diam-diam kita memposisikan diri dan berdoa kisah seperti itu terjadi pada kita, demi perubahan status sosial yang instan. Ini semua kemudian perlahan-lahan menjadi imajinasi kita, kemudian kita berandai-andai, dan pada akhirnya kita mempercayai kisah seperti ini yang membuatnya menjadi bagian dari diri kita. It impacts to our acceptance of life, I think.

Terakhir, sebelum saya menutup tulisan omong kosong ini, saya baru menyadari sisi unik dari film si kaya dan si miskin ini. Biasanya, penonton akan dibuai dengan kehidupan sang kaya yang mewah, dan saya selalu bertanya-tanya apa tujuannya. Apakah ini sebagai alat pemacing agar kita semua bisa sekaya itu atau ini hanya tindakan sesumbar semata? Ah, uniknya film anak yang tertukar. Membuat kita bertanya-tanya, membuat kita berdoa, membuat kita percaya, bahwa mungkin suatu ketika, kita ini adalah anak-anak yang tertukar, dan sejatinya memiliki keadaan finansial yang jauh lebih baik dari sekarang. Maafkan analisa penulis yang kacau dan dangkal.
 
Dan ini adalah babe serta emak dari kedua anak tersebut. Selalu berpenampilan klimis dan kece, representasi dari lelaki sukses dengan harta melimpah. Who doesn't want to be like him?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar