08/02/12

Senjang

Siang itu aku menikmati makanan di sebuah warung kecil sudut gang yang menghadap ke jalan raya. Panas, berkeringat, tetapi tiap butir nasinya sangat nikmat. Ya, 10000,- rupiah saja sudah cukup menenangkan perutku yang lapar dari pagi tadi.

Jakarta kulihat sangat sibuk, anak sekolahan yang pulang dari menimba ilmu, pegawai-pegawai pemerintah yang mencari makan siang sepertiku, dan berbagai macam pekerja kasar yang duduk disampingku. Semua bercampur aduk jadi satu. Tidak, aku tidak masalah dengan keadaan seperti itu. Kita semua manusia yang sama.

Sangat aneh jika aku ingat kejadian semalam, bagaimana aku menghamburkan uang cukup besar yang jika dibandingkan mungkin bisa membiayai makan semua orang yang ada di warung ini. Ah, Jakarta, ibukota yang penuh cerita. Mereka yang borjuis, miskin, melarat, merantau, koruptor, orang baik tak beruntung, pencuri, semuanya ada. Aku suka Jakarta, dimana dosa bertebaran, tapi api kemanusiaan tak pernah padam.

Ada yang mengendarai mobil import luar negeri, mengendarai sepeda motor, sepeda onthel, dan tak jarang yang menaiki angkutan umum atau berjalan kaki. Ketika urat stres ini menegang akibat macet dan kesibukan sehari-hari, tak jarang timbul konflik. Yang mobil menabrak pejalan kaki, mati, jadi konsumsi media berhari-hari. Haha, akibat konsumsi narkotika dini hari. Yang sepeda motor menyerempet mobil, yang salah mobilnya, haha, ganti rugi jadi andalan.

Oh, jangan lupa birokrasinya. Ibukota itu lucu. Hukum kalah dengan politik. Semua mati di depan uang.

Oke, masih ada 9 hari waktu di Jakarta. Apalagi yang hendak kau tunjukkan kepadaku wahai ibukota?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar