04/03/13

Sancti

Malam itu Christopher memutuskan untuk makan malam di sebuah restoran Jepang dekat apartemennya. Hari yang melelahkan di kantor, sedikit ketenangan bersama dirinya sendiri sepertinya bisa membayar itu semua. Dia duduk di depan fasilitas permainan anak-anak yang disediakan restoran tersebut dan mulai memutar kembali kenangan masa kecilnya sambil melahap beef teriyaki pesanannya. Anak-anak kecil bermain di tempat itu, seperti pikirannya yang bermain dengan masa kecilnya sekarang. Semuanya berputar sangat cepat, dan sepotong demi sepotong momen-momen yang dia rindukan bermunculan.

. . .

Aku sangat bahagia, hari ini aku ulang tahun. Ayah membelikanku kado, ibu membuatkan kue yang sangat besar untukku. Lexy, Tom, dan Robin berkumpul menyanyikan lagu ulang tahun untukku bersama dengan keluarga besar dan kerabat. Mereka semua ada untukku, untukku seorang. Aku merasa begitu penting, aku sangat bahagia

. . .

Aku sangat takut, hari ini aku akan disunat. Kata ibu aku akan menjadi dewasa setelah ini. Jika kedewasaan harus dilewati dengan rasa sakit, aku bingung kenapa mereka semua masih merasakan ketakutan terhadap dunia ataupun diri mereka sendiri. Lexy tak ada, dia tidak libur kuliah. Tom dan Robin menunggu di rumah. Aku dan ayah pergi ke tempat penyunatanku. Ayah menemaniku hingga bertemu dengan dokter, aku bergetar ketakutan. 

. . .

Aku sangat bingung. Setelah sekian lama kuliah, dihajar habis-habisan oleh kenyataan, aku memikirkan kembali hidupku. Aku mau jadi apa? Orang yang biasa-biasa saja, orang yang luar biasa, orang yang pragmatis, orang yang idealis, orang yang memikirkan dunia, atau orang yang memikirkan surga? Malam ini aku habiskan bersama Lexy, ya, hanya dengan Lexy. Dia yang sudah merasakan pahitnya hidup, menjalin hubungan dengan istrinya setelah sekian lama, dan dia yang tahu rahasia pisahnya ayah dan ibu. Dia membeberkan segalanya kepadaku. Pundakku berat, punggungku kaku, semua terasa terhenti.

Tom yang kabur dari rumah karena hubungannya dengan kekasihnya tidak mendapatkan restu, dan Robin yang dekat namun terasa sangat jauh karena tak lagi mau berbicara denganku. Semua berubah dan aku bingung sekali. "Jika nanti semua tidak seperti dulu lagi, aku ingin kamu yang mendapatkan segalanya. Kamu adalah yang terbaik, aku dan kakak-kakakmu yang lain sudah merasakan semua yang perlu kami rasakan, namun kamu belum. Aku ingin melindungimu, bahkan dengan cara-cara yang mungkin tak akan kamu suka", ucap Lexy mengakhiri percakapan kami malam itu.

. . .

Christopher tidak berhenti memasukkan tiap butiran nasi yang tersisa di mangkuknya. Dia menegak segelas air putih yang dipesan sambil sesekali memberi sugesti kepada dirinya sendiri, "Lexy sudah memiliki anak, dia tidak perlu melindungiku lagi, dia memiliki keluarganya sendiri yang perlu dia lindungi. Tom sudah tak ada kabar sejak 5 tahun yang lalu, dan Robin sudah menikah. Aku sudah tidak memiliki beban, Santi sekarang yang harus memegang tongkat estafet nama keluarga kami."

Cahaya putih yang menerangi hati ayahnya mungkin, pada akhirnya, telah turun dari surga. Namun Christopher harus segera memberi misi untuk dirinya sendiri. Tanpa misi, Christopher hanyalah seonggok daging yang bergerak untuk menghabiskan waktu dan memadatkan dunia tanpa arti, tanpa nilai. Christopher telah memberikan yang terbaik untuk keluarganya, mungkin ini saat yang tepat bagi dirinya untuk memulai segalanya dari awal. Dari dirinya sendiri, dari arti nama belakangnya.

Dedicated to you, my little brother. Welcome to the world.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar