26/11/13

Alien di Antara Kita

"Di Indonesia ada alien. Di Mall di pusat kota Jakarta itu terlihat banyak rombongan manusia2 aneh yang deduksi dan induksi dari pengalaman hidup untuk membaca orangku nggak mampu menalarkan dengan utuh selain asumsi kalau mungkin: ini kasta baru manusia Indonesia, hedonis tingkat murni, pureblood, yang punya takdir kekayaan milyaran sejak baru lahir. Orang2 ini sepertinya nggak pernah merasakan susah, mereka dan lingkungannya menciptakan lingkungan eksklusif terlindung dan aman dari proses-proses sosial dan segala hal yang akan berkaitan tentang kesadaran ke-Indonesiaan atau pun keduniaan. Bahkan isu2 ham dan lingkungan yang biasanya ada di kalangan elitis dan kelas menengah terlihat nggak menyentuh mereka. Putih, bersih, berkelas, bebas, dengan nilai moral sendiri, rule of social sendiri, dengan setiap gerik mencoba menciptakan keanggunan, merapihkan rambut, menjaga gestur badan, tebaran pesona. Alien2 ini orang2 yang asing dengan Indonesianya. Hahaha. Hati2, kita ribut urusan rakyat mayoritas sementara kasta baru ini menguasai aset2 dan kekayaan kapital gila2an."

Tulis status Facebook seorang senior yang terkenal menjadi aktivis kampus ini membuat saya tertegun sejenak dan memutar otak mengenai keberadaan alien ini. Apakah benar mereka benar-benar ada? Mereka yang tak tersentuh, yang ekslusif, dan bahkan tak memikirkan "kita". Keberadaan alien ini ternyata sungguh dekat. Bahkan di nadi jantung kota pendidikan Yogyakarta pun saya rasa ada. Mereka mulai memasuki relung pernapasan kita, mempengaruhi detak jantung kita, dan mungkin lama-kelamaan akan membentuk pemikiran dan perkembangan otak kita.

Di tengah ketakutan itu saya mencoba melihat kembali mimpi-mimpi saya yang ingin saya capai di Jakarta. Ya, Jakarta. Ibukota Indonesia yang telah menjadi pemikat para perantau di nusantara. Pusat perputaran ekonomi dan arus keuangan bangsa kita sebagian besar terletak di sana. Saya ingin menjadi bagian darinya. Mengambil sebanyak mungkin uang yang ada di sana dengan ilmu yang telah saya pelajari di kota Gudeg. Apakah iya hidup saya hanya sedangkal itu? Tanpa ada maksud dan takdir lain dari Tuhan yang menempatkan saya di jantung kota pergerakan mahasiswa Indonesia? Saya mulai merenungkan kembali semuanya.

Mimpi dangkal saya itu saya dapatkan dari sebuah hal yang sangat simpel. Beberapa bulan yang lalu sepulangnya saya dari tanah laskar pelangi, saya mendapatkan sebuah film serial bagus yang mungkin dapat menggambarkan kehidupan alien ini, Suits. Kehidupan yang nyaman, mobil mewah, apartemen mewah, kehidupan kalangan atas eksklusif, yang digambarkan dari kehidupan seorang pengacara. Indahnya hidup seperti itu. Tapi apakah tujuan hidup akan berhenti sampai sana?

Membaca status senior saya di atas membuat saya menjadi takut akan menjadi salah satunya. Atau jangan-jangan saya sudah menjadi bagian dari mereka? Sudah mulai terpengaruh virus alien-alien itu? Saya sangat takut. Sangking takutnya, hari ini saya memaksakan diri menonton film Laskar Pelangi di tengah kesibukan untuk mengingatkan saya tentang mimpi-mimpi yang ingin dicapai, prosesnya, dan untuk siapa mimpi itu akan berdampak. Saya menginjeksikan vaksin kepedulian ke dalam diri saya, meski dalam dosis yang terhitung sedikit. 

Saya tak ingin menjadi alien! Apa jadinya bangsa ini jika kita semua menjadi alien? Apakah kita pantas mengatakan diri kita ini manusia jika kepedulian sudah hilang dari kamus kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar